Nazi, kini muncul kembali. Paham yang pernah diagungkan oleh Hitler itu, kini dipuja oleh kelompok Skinheads yang brutal dan arogan.
"Hammerskin" atau "Skinheads" (kepala botak), kelompok yang memproklamirkan diri sebagai Neo-Nazi, kini muncul di hampir setiap negara di daratan Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Afrika Selatan.
Sementara di Jerman, sebagai negara yang melahirkan "naziisme", telah melarang keberadaan kelompok yang berhaluan Neo-Nazi.
Kelompok tersebut, awalnya muncul di Berlin, pada 1994. Mereka, sekitar 200 orang lebih yang mendambakan munculnya kembali kejayaan rasis Jerman itu, menamakan kelompoknya "Blood and Honour". Jumlah itu masih ditambah sekitar 100 orang anak muda, yang menjadi anggota kelompok khusus di kalangannya dengan nama "White Youth". Selain itu, muncul pula kelompok kepala plontos (skinheads) yang juga menggembar-gemborkan Neo-Nazi.
Skinheads, terdiri dari anak-anak muda Jerman yang umumnya berasal dari wilayah eks Jerman Timur. Penampilannya, selain berkepala plontos, berwajah dingin, dan gemar mengejek orang berkulit nonputih dengan perkataan "jangan memakan rotiku." Kelompok itu amat arogan dan brutal, sering terlihat mengejar-ngejar orang-orang berkulit berwarna.
Buruannya itu, mereka kejar sampai harus kabur terbirit-birit. Bila buruannya tertangkap, orang-orang skinheads itu, tak segan-segan menghajarnya sampai babak belur. Bahkan korbannya ada yang sampai dibakar. Akhir Juli lalu, sebuah bom meledak di stasiun bawah tanah di Duesseldorf dan melukai 10 imigran asal eks Uni Soviet (enam orang di antaranya Yahudi), pelakunya tak lain adalah kelompok berkepala plontos. Awal bulan November lalu, mereka juga meledakkan sebuah kedai kebab milik orang Turki di sebelah timur Kota Eisenach. Pekan lalu, di kota yang sama, dua pencari suaka asal Afrika, juga dikejar-kejar kelompok skinheads.
Warga negara Indonesia, juga pernah mengalami hal yang sama.
Ketika itu, 6 dosen asal Indonesia yang sedang belajar di kota Brest, Prancis, sedang menunggu bus di halte, mendadak dari tikungan sebelah kanan jalan, muncul sekelompok skinhead melakukan unjuk rasa anti kulit berwarna. Bak, tikus bertemu kucing, mereka berserabutan, dikejar skinheads. Namun sial, 3 pelajar Indonesia di antaranya tertangkap, kontan para pelajar itu dihajar sampai babak belur. Akibat hajaran itu, seorang dosen Universitas Diponegoro Semarang, dan seorang dosen Universitas Hasanudin Makassar, giginya rontok. Sedang satunya lagi, luka memar membiru. Sementara 3 dosen lainnya, dapat menyelamatkan diri.
Yang mengenaskan terjadi pada Alberto Adriano (39), pria Mozambik, sekaligus ayah dari tiga anak. Adriano yang hampir 20 tahun telah tinggal di Dessau (sebuah kota eks Jerman Timur) sebagai buruh kontrakan itu, ketika berjalan pada tengah malam yang pekat di sebuah taman kota, pada 11 Juni lalu, dihampiri 3 orang anggota skinheads. "Apa yang kamu inginkan di Jerman sini?" tanya mereka, sambil membanting Adriano ke tanah. Setelah terjungkal di tanah, kepala Adriano pun ditendang dan diinjak-injak mereka dengan sepatu bot, serta tubuhnya ditelanjangi. Tiga hari kemudian setelah dihajar kaum berkepala plontos itu, Adriano akhirnya tewas secara mengenaskan.
Kini ketiga terdakwa, seorang berusia 24 tahun dan dua lainnya remaja berusia 16 tahun dihadapkan ke pengadilan atas tuduhan pembunuhan. Persidangannya sampai saat ini masih berlangsung. Banyak masyarakat Jerman dan kaum kulit berwarna mengharapkan, agar hakim menghukum ketiga anggota skinheads itu seberat-beratnya.
Musim panas tahun ini, perilaku skinheads memang makin menjadi-jadi. Serangan terhadap orang asing yang dilakukan mereka, tercatat mencapai 157 kasus, atau 42 persen lebih banyak dari musim yang sama tahun lalu (110 kasus).
Atas maraknya aksi brutal dari para skinheads, belakangan mengundang reaksi keras dari masyarakat. Terutama masyarakat yang trauma akan rasialisme Jerman, yang pernah menyebabkan terbelahnya Jerman menjadi dua bagian (Jerman Barat dan Jerman Timur). Karena itulah, di beberapa kota di Jerman, seperti Duesseldorf, Mayence, Stuttgart, Rostock, masyarakat, pada 9 November lalu, melakukan ujuk rasa.
Di Berlin, sedikitnya 200 ribu orang berunjukrasa menentang ekstrim kanan itu. Mereka meminta agar partai politik yang ada di parlemen Jerman, Gereja, LSM dan federasi pekerja untuk menentangnya. Mereka, juga membagi selebaran yang berisi "Cintailah sesamamu manusia".
Demonstrasi menentang Neo-Nazi itu, dimulai dari depan Sinoge (rumah ibadah Yahudi) di Oranienburger, kawasan lama Yahudi di Berlin. Unjuk rasa itu, juga diikuti oleh tokoh-tokoh politik, ilmuwan dan tokoh olah raga, seperti Kanselir dari partai Sosial Demokrat, Gerhard Schroeder bersama istrinya, Doris, Ketua umum Uni Kristen Demokrat (CDU), Angela Merkel, pemenang hadiah Literatur Nobel, Guenter Grass, mantan juara dunia tennis Boris Becker, Steffi Graf serta mantan pemain sepak bola Bayern Munich, Franz Beckenbauer.
Dalam unjuk rasa anti si "botak", para tokoh masyarakat itu tampak memakai topi khas Yahudi. Pengujuk rasa melakukan defile dengan membawa balon dan spanduk bertuliskan: "Enyah Neo-Nazi." Unjuk rasa itu, baru menghentikan langkahnya di pintu Brandebourg, simbol kota Berlin.
Presiden Republik Jerman Johannes Rau dan Ketua Penasehat Sentral Yahudi Allemagne, Paul Spiegel, tak melakukan pidato kecuali mengingatkan bahwa mereka menentang kekerasan yang dilakukan para ekstrim kanan.
Di pintu simbol kota Berlin, kemudian grup orkestra Staatsoper Berlin yang didirigenkan oleh Daniel Barenboim melengkapi unjuk rasa itu dengan mempertontonkan kepiawaiannya dalam Symphonie ke 5, karya cipta Beethoven. Di hari itu, mereka sepakati sebagai hari untuk kebersamaan, untuk negeri Jerman, tetapi juga untuk semua tetangganya dan persabatan masyarakat Jerman di seluruh dunia. Seiring genggap gempita para demostran anti neo-Nazi, mereka sering ucapkan bahwa sudah tidak ada lagi rasa takut diri dan anti-semitisme di negeri Jerman.
Presiden Jerman, Johanes Rau dalam pidatonya pada tanggal 9 November 2000 mengatakan, hari ini merupakan sejarah dan perlu dijaga selamanya. "Setiap kali percobaan pembunuhan umat Yahudi dan penghancuran Sinoge, itu artinya melawan kita semua," kata Rau.
Terpilihnya tanggal 9 Nopember sebagai hari kebersamaan, ditegaskan oleh Rau, tak ada hubungannya dengan lahirnya Republik Jerman yang dipimpin Weimar pada 1918, atau ulang tahun kerusuhan menentang masyarakat Yahudi yang dinamakan "Malam Bersinar" pada 1938 dan runtuhnya tembok Berlin pada 1989.
Bagi masyarakat Yahudi, "Malam Bersinar " tak bisa dilupakan begitu saja. Sebab, malam itu, 250 Sinoge di seluruh Jerman dibakar, dan ribuan bangunan pertokoan Yahudi dihancurkan. 91 warga Yahudi dibunuh dan 25.000 orang ditangkap, kemudian dijebloskan ke dalam kamp konsentrasi. Tragedi itu sampai kini dikenal sebagai hari "Korban".
Dalam pernyataannya, Paul Spiegel, Ketua Penasihat Sentral Yahudi Allemagne yang juga pemilik koran Deers Speigel, mengingatkan bahwa mayoritas anti-semitisme dan sifat kebencian jangan berulang ke tahun 1938.
"Jerman 2000an bukan seperti 1938," ujar Speigel.
Sebenarnya tindakan tegas pemerintah Jerman terhadap gerakan Neo-Nazi, sudah dilakukan pertengahan September lalu. Ketika itu, pemerintah Jerman melarang aktivitas yang dilakukan kelompok "Blood and Honour", bagian dari organisasi skinhead internasional yang bermarkas di Berlin. Kelompok itu dituduh telah menyebarkan Naziisme melalui musik, majalah, dan internet secara rasialis. Namun secara konstitusional, pelarangan itu masih menjadi perdebatan seru.
"Jerman 2000an bukan seperti 1938," ujar Speigel.
Sebenarnya tindakan tegas pemerintah Jerman terhadap gerakan Neo-Nazi, sudah dilakukan pertengahan September lalu. Ketika itu, pemerintah Jerman melarang aktivitas yang dilakukan kelompok "Blood and Honour", bagian dari organisasi skinhead internasional yang bermarkas di Berlin. Kelompok itu dituduh telah menyebarkan Naziisme melalui musik, majalah, dan internet secara rasialis. Namun secara konstitusional, pelarangan itu masih menjadi perdebatan seru.
Hanya dengan tindakan tegas itu, maka Jerman adalah negara pertama yang melarang keberadaan kelompok neo-Nazi. Suara kebersamaan para demonstran yang muncul dari Berlin itu, diharapkan dapat dijadikan pertimbangan pemerintah untuk dimasukkan dalam konstitusi Jerman. Bila konstitusi Jerman menyatakan organisasi berhaluan Neo-Nazi itu terlarang, artinya, Partai Demokratik Nasional (NPD) yang berhaluan Neo-Nazi, secara tidak langsung juga dilarang.
Namun, dalam melihat persoalan skinheads yang brutal terhadap kaum kulit berwarna itu, tampak tidak ada titik temu yang sama antara Kanselir Gerhard Schroeder dengan Menteri Dalam Negeri Jerman, Otto Schilly. Gerhard, tampak serius untuk melarang NPD yang berhaluan Neo-Nazi, namun Otto tidak setuju. Alasan Otto, pelarangan itu, malah akan membuat anggota NPD bergerak di bawah tanah dan makin militan. Yang mendukung pikiran seperti itu memberi argumentasi tambahan. Para pendukung pendapat Otto, beralasan bahwa larangan tersebut masih harus disahkan oleh Pengadilan Konstitusional. "Ada bahayanya jika sampai vonis menyatakan larangan tidak berlaku," kata para pendukung Otto itu.
Mungkin masing-masing orang Jerman harus berani jujur pada dirinya sendiri. Apakah slogan Deutschland ueber alles (Jerman di atas segalanya) dan Kinder statt Inder (lebih baik anak-anak Jerman dari pada India) masih tertanam di satu sudut hatinya?
Kalau masih ada, pantas saja bila Nazi akan muncul kembali ke permukaan dengan baju barunya, Neo-Nazi. Mungkin sejarah rasis Jerman akan terulang?
Sumber : www.forum.co.id, tahun 2000.
Namun, dalam melihat persoalan skinheads yang brutal terhadap kaum kulit berwarna itu, tampak tidak ada titik temu yang sama antara Kanselir Gerhard Schroeder dengan Menteri Dalam Negeri Jerman, Otto Schilly. Gerhard, tampak serius untuk melarang NPD yang berhaluan Neo-Nazi, namun Otto tidak setuju. Alasan Otto, pelarangan itu, malah akan membuat anggota NPD bergerak di bawah tanah dan makin militan. Yang mendukung pikiran seperti itu memberi argumentasi tambahan. Para pendukung pendapat Otto, beralasan bahwa larangan tersebut masih harus disahkan oleh Pengadilan Konstitusional. "Ada bahayanya jika sampai vonis menyatakan larangan tidak berlaku," kata para pendukung Otto itu.
Gejala mendukung gerakan ini tidak hanya terjadi di masyarakat awam, melainkan juga mulai merambah ke kalangan militer. Pekan ini terungkap, seorang sersan AD ingin membuka situs web bernama www.heil-hitler.de. Lantas, di kalangan politisi sendiri ada kecenderungan bersikap mendua.
Menteri Keuangan Jerman Theo Waigel, sekaligus anggota parlemen dari Uni Sosial Kristen (CSU), di satu pihak mengaku tidak anti-orang asing, tetapi di pihak lain menyerukan agar warga negara asing di Jerman yang melanggar hukum dipulangkan ke negara asalnya.
Menteri Keuangan Jerman Theo Waigel, sekaligus anggota parlemen dari Uni Sosial Kristen (CSU), di satu pihak mengaku tidak anti-orang asing, tetapi di pihak lain menyerukan agar warga negara asing di Jerman yang melanggar hukum dipulangkan ke negara asalnya.
Mungkin masing-masing orang Jerman harus berani jujur pada dirinya sendiri. Apakah slogan Deutschland ueber alles (Jerman di atas segalanya) dan Kinder statt Inder (lebih baik anak-anak Jerman dari pada India) masih tertanam di satu sudut hatinya?
Kalau masih ada, pantas saja bila Nazi akan muncul kembali ke permukaan dengan baju barunya, Neo-Nazi. Mungkin sejarah rasis Jerman akan terulang?
Sumber : www.forum.co.id, tahun 2000.
Sign up here with your email