Tak mudah menjadi orang yang beda di dalam satu komunitas, apalagi perbedaan itu adalah masalah keyakinan dan agama. Ini yang dialami oleh Marwa Al-Sharbini di Jerman, negara dengan minoritas penduduk muslim.
Marwa Al-Sharbini, wanita Mesir yang lahir di Alexandria pada tanggal 7 Oktober 1977, bersama suaminya, Alwi Ali Okaz mengadu nasib di Jerman tahun 2005.
Marwa bekerja sebagai apoteker (pharmacist) di University Hospital Dresden dan di beberapa apotik di Dresden. Sementara Alwi menjadi ilmuwan dan peneliti di Max Planck Institute for Molecular Cell Biology and Genetics.
Marwa bersama suaminya Alwi dan Mustafa, putra mereka |
Cita-cita mulia itu kandas sejak Marwa bertemu dengan Alex W. di bulan Agustus 2008, tetangga yang kerap melecehkannya karena memakai jilbab. Ia sering diteriaki sebagai teroris ketika bertemu dengan laki-laki yang lahir di Rusia ini. Karena merasa terancam, Marwa melaporkannya pada kantor polisi setempat. Alex ditangkap dan di sidang di pengadilan negeri Dresden, ia juga diancam hukuman denda sebesar 780 Euro.
Persidangan yang alot, oleh jaksa penuntut umum Marwa sempat dituduhkan sebagai Xenophobia. Sampai pada sidang di hari Rabu, 1 Juli 2009, ketika Marwa bersaksi atas tindakan Alex, pria yang tak suka dengan Marwa ini mendekati istri Alwi yang tengah hamil 3 bulan, kehamilan anak kedua, lantas menusuknya hingga 18 tusukan. Alwi yang mencoba menolong istrinya malah tertembak oleh petugas pengadilan, peluru itu menembus hingga paru-paru dan ia luka parah. Petugas itu mengatakan salah tembak untuk melerai dan kini tengah dalam penahanan.
Di hari itu, Rabu, 1 Juli 2009, Marwa menghembuskan nafas terakhirnya, meninggalkan Alwi dan Mustafa, anak pertama mereka. Marwa meninggal dunia bersama anak yang belum dilahirkannya.
Suasana saat penguburan Marwa di pemakaman Alexandria, Mesir (photo courtesy of AP Photo/Nasser Nouri) |
Kejadian ini mengejutkan dunia Islam. Banyak yang geram, tak sedikit yang marah atas tindakan sewenang-wenang Alex pada Marwa. Belum lagi pemerintah Jerman terkesan menutup-nutupi kasus ini. Tragedi satir bermula dari tuduhan dan hinaan sebagai teroris sampai Marwa meninggal, kasus ini menjadi kasus dunia hingga ke tingkat solidaritas antar agama.
Stephan Kramer, Sekjen Lembaga Organisasi Yahudi Jerman (Zentralrat der Juden in Deutschland) mengatakan bahwa masalah ini adalah masalah kemanusiaan yang pelik, di mana sulit untuk menjadi minoritas yang menjalankan kepercayaannya di negara seperti Jerman.
Beberapa politisi Jerman meminta pemerintahnya mengusut tegas meski dalam perkembangannya, tragedi Marwa tetap memprihatinkan dan pemerintah Jerman belum berbuat banyak dalam penanganan.
Di Mesir dan negara-negara Islam lainnya sendiri, dukungan terhadap Marwa merebak, demonstrasi menuntut atas ketidakadilan yang dialami oleh umat Islam di negara barat ini harus diadili tuntas. Presiden Iran, Mahmud Ahmadinejad juga menulis surat ke PBB atas ketidakadilan ini.
Apapun adanya, memang sulit menjadi minoritas di sebuah komunitas dan tatanan yang sudah terbentuk seragam.
Sumber:
▪ The Huffington Post (Marwa Sherbini)
▪ Al Ahram Weekly (Footnotes on Marwa's murder)
▪ United Copt of Great Britain (The Martyr Marwa and the Double Standards of the Middle East)
▪ Axis of Logic (The headscarf martyr: murder in German court sparks Egyptian fury)
▪ The Local, German News in English (Woman killed in courtroom bloodbath was pregnant)
▪ Spiegel International (Protestors Accuse Germany of Racism)
▪ Tehran Times (Ahmadinejad writes to UN chief on al-Sherbini murder)
Sign up here with your email