Amir Fatah


Tak banyak riwayat yang diketahui masyarakat tentang latar belakang tokoh DI/TII yang satu ini.
Namanya mencuat setelah menyatakan diri memberontak terhadap pemerintahan Soekarno yang baru berdiri pada masa itu dan menggabungkan diri pada gerakan Negara Islam Indonesia (NII) Kartosoewirjo.

Amir Fatah bernama lengkap Amir Fatah Wijaya Kusumah, adalah salah satu pimpinan Hizbullah Fisabilillah di daerah Besuki, Jawa Timur sebelum bergolaknya pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah Ketika perjanjian Renville ditanda tangani oleh pihak Belanda dan Indonesia, maka semua kekuatan Republik diharuskan hijrah ke Jawa Tengah, termasuk kesatuan Hizbullah dan Fisabilillah nya Amir Fatah.

Pada tahun 1950 amir fatah memproklamirkan wilayahnya merupakan bagian DI/TII Kartosoewirjo melalui operasi yang dilakukan oleh TNI untuk sementara waktu kekuatan mereka melemah.tetapi akibat ada pembelot kekuatan DI/TII Amir fatah kembali kuat tetapi akhirnya gerombolan Amir Fatah dapat dihancurkan di perbatasan Pekalongan - banyumas.

Amir Fatah merupakan tokoh yang membidani lahirnya DI/TII Jawa Tengah. Semula ia bersikap setia pada
RI, namun kemudian sikapnya berubah dengan mendukung Gerakan DI/TII. Perubahan sikap tersebut
disebabkan oleh beberapa alasan.


Pertama, terdapat persamaan ideologi antara Amir Fatah dengan S.M. Kartosoewirjo, yaitu keduanya menjadi pendukung setia Ideologi Islam.

Kedua, Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap bahwa aparatur Pemerintah RI dan TNI yang bertugas di daerah Tegal-Brebes telah terpengaruh oleh "orang-orang Kiri", dan mengganggu perjuangan umat Islam.

Ketiga, adanya pengaruh "orang-orang Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan TNI tidak menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama itu di daerah Tegal-Brebes.
Bahkan kekuasaan MI yang telah dibinanya sebelum Agresi Militer II, harus disebahkan kepda TNI di bawah Wongsoatmojo.

Keempat, adanya perintah penangkapan dirinya oleh Mayor Wongsoatmojo.

Dalam sejarah DI/TII Jawa Tengah, masa kepemimpinan Amir Fatah (1949-1950) merupakan periode awal
dari gerakan tersebut secara keseluruhan. Dalam periode tersebut, aktivitas gerakan baru terbatas pada
daerah Tegal-Brebes. Peranan Amir Fatah dalam masa-masa awal gerakan DI/TII Jawa Tengah ini sangatlah
menonjol. Namun demikian, sejauh ini belum ada studi yang membahas secara khusus dan mendalam
mengenai hal tersebut.

Gerakan DI/Tll Amir Fatah muncul setelah Agresi Militer Belanda II, yang ditandai dengan
diproklamasikannya NII di desa Pengarasan, tanggal 28 April 1949. Gerakan ini didukung oleh Laskar
Hisbullah dan Majelis Islam (MI), yang merupakan pendukung inti gerakan, serta massa rakyat yang
mayoritas terdiri dari para petani pedesaan.
Kelompok-kelompok masyarakat tersebut memberikan dukungannya kepada DI/TII karena alasan ideologi,
yaitu memperjuangkan Ideologi Islam dengan mengakui eksistensi Negara Islam Indonesia (NII).

Dalam meiakukan aksi-aksi militernya, Amir Fatah berhasil memobiliasikan berbagai sumber daya dari para
pendukungnya, baik normatif, utilities, maupun Koersif. Namun di samping itu juga terdapat hambatan yang
harus dilaluinya, yaitu berupa tentangan yang datang dari kelompok gerilyawan Gerakan Antareja Republik
Indonesia (GARI), dan Gerilya Republik Indonesia (GRI), serta dari "Orang-orang Kiri", terutama kaum
Komunis.

Dalam menyelesaikan pemberontakan Dl/TII tersebut, Pemerintah RI menempuh dua cara, yaitu operasi
militer dan politik. Operasi militer dilakukan dengan membentuk Komando Gerakan Banteng Nasional
(GBN). Untuk cara-cara politis, Pemerintah menawarkan amnesti kepada para pemberontak. Pelaksanaan
kedua cara yang ditempuh oleh Pemerintah itu, ditambah dengan kekecewaan Amir Fatah terhadap intern
organisasi DI/TII telah berhasil memaksa Amir Fatah untuk meninjau kembali perjuangannya selama itu,
dan kemudian menyerah.
Kekecewaan itu muncul karena dalam struktur organisasi Divisi IV Syarif Hidayat
yang baru terbentuk, posisinya berada di bawah Satibi Mughny, yang dahulu merupakan anak buahnya.
Dalam kesatuan tersebut Amir Fatah hanya menjabat sebagai Komandan Brigade, sedangkan Satibi
Mughnya menduduki jabatan Kepala Staf Divisi.

Dibawah kepemimpinan Amir Fatah, sampai dengan tahun akhir tahun 1950, Gerakan DI/TII mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Bahkan ia behasil mempengaruhi Angkatan Oemat Islam (AOI), dan
Batalyon 426 untuk melakukan pemberontakan.
Sedangkan pengaruhnya terhadap Batalyon 423 tidak sempat memunculkan pemberontakan kerena adanya tindakan pencegahan dan Panglima Divisi Diponegoro.



Sumber : wikipedia dan sumber lainnya.









Previous
Next Post »